Moody's: Indonesian developers financially stronger than similarly rated Chinese counterparts Size, foreign currency risks constrain Indonesian developers' ratings

Singapore, June 26, 2015 -- Moody's Investors Service says that of the B2-Ba3 Indonesian and Chinese property developers that it rates, Indonesian developers as a whole will continue to show higher profitability levels and stronger debt structures over the next 12 months.

"In addition, of the B2-Ba3 developers that we rate, Indonesian property developers have captured stronger domestic market positions when compared with their Chinese peers; a situation which provides the former with greater financial and operational flexibility," says Jacintha Poh, a Moody's Assistant Vice President and Analyst.

However, Poh also explains that the smaller size of the property market in Indonesia will constrain revenue growth for Indonesian developers and prevent them from reaching the operating scale and geographic diversity of their Chinese peers.

"As for Chinese developers, their cash receipts are less predictable when compared with their Indonesian counterparts, because of government interventions which result in price and demand volatility," says Dylan Yeo, a Moody's Analyst.

Moody's analysis is contained in its just-released report titled "Property -- Indonesian and Chinese Developers with B2-Ba3 Ratings: Indonesian Developers Are Financially Stronger Than Chinese Counterparts," and is co-authored by Poh and Yeo.

Moody's report points out that Indonesian developers demonstrate stronger liquidity profiles because their near-term refinancing risks are lower and their cash to short-term debt ratios are higher, as their debt structures consist mainly of long-dated bullet maturity bonds.

However, Indonesian developers are exposed to more foreign-currency risk. They exhibit a higher portion of US dollar bonds in their debt structure, and the rupiah is more volatile against the US dollar when compared with the renminbi. This exposure raises their funding costs when the rupiah depreciates against the dollar; as has been the case over the past four years.

Moody's report also says that while developers in both Indonesia and China will face margin pressure over the next 12 months, Indonesian developers will record higher margins than their B2-Ba3 Chinese peers, because while the formers' land and construction costs are rising, such costs are still lower in Indonesia and the pricing power of Indonesian developers is greater.

In addition, land cost is a larger component of cost of sales for Chinese developers when compared with their Indonesian peers, because Chinese developers benefit from a shorter period of land appreciation, due to their fast turnover business models. Moreover, competition in the Chinese property sector has driven up prices for land auctioned by the government.

Because of the need to maintain liquidity and service funding costs, most Chinese developers rated in the B2-Ba3 range exhibit a land bank life of about 3-5 years and must replenish their land bank more frequently than their Indonesian peers.

Subscribers can access the report at http://www.moodys.com/viewresearchdoc.aspx?docid=PBC_1000942.

Moody's offers complimentary access to its new topic page, China -- Reform and Rebalancing; a centralized source for Moody's research related to key credit issues in China as the country's rebalancing story unfolds. This report is part of Moody's ongoing coverage on this theme. Register today at www.moodys.com/chinarebalancing for access to all research on this page.


PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015



KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH
DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA

Menimbang : 
  1. bahwa Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Bahwa penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga diperlukan untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah;
  3. bahwa untuk mewujudkan kedaulatan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah, perlu diterapkan kebijakan kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 
  4. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran berwenang mengatur kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Bank

-2- MEMUTUSKAN . . .
Indonesia tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Mengingat : 
  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
  3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 
  4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5223); 

Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. 

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
  1. Rupiah adalah mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai mata uang.
  3. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah.

BAB II
KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH

Pasal 2
(1) Setiap pihak wajib menggunakan Rupiah dalam transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang;
dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya.

b. transaksi . . .

Pasal 3
(1) Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku untuk:
a. transaksi tunai; dan
b. transaksi nontunai.
(2) Transaksi tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup transaksi yang menggunakan uang kertas dan/atau uang logam sebagai alat pembayaran.
(3) Transaksi nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup transaksi yang menggunakan alat dan mekanisme pembayaran secara nontunai.

BAB III
PENGECUALIAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH

Pasal 4
Kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku bagi transaksi sebagai berikut: 
a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja negara;
b. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri;
c. transaksi perdagangan internasional;
d. simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing; atau
e. transaksi pembiayaan internasional.

Pasal 5
Kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) juga tidak berlaku untuk transaksi dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang meliputi:
a. kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh Bank berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah;

2. konsumsi . . .
b. transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang negara dan
surat berharga syariah negara; dan 
c. transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan

Undang-Undang.

Pasal 6
Transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
a. pembayaran utang luar negeri;
b. pembayaran utang dalam negeri dalam valuta asing;
c. belanja barang dari luar negeri;
d. belanja modal dari luar negeri;
e. penerimaan negara yang berasal dari penjualan surat utang negara dalam valuta asing; dan
f. transaksi lainnya dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.

Pasal 7
Penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b hanya dapat dilakukan oleh penerima atau pemberi hibah yang salah satunya berkedudukan di luar negeri.

Pasal 8
(1) Transaksi perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi:
a. kegiatan ekspor dan/atau impor barang ke atau dari luar wilayah pabean Republik Indonesia; dan/atau
b. kegiatan perdagangan jasa yang melampaui batas wilayah negara yang dilakukan dengan cara:

1. pasokan lintas batas (cross border supply); dan
b. proyek . . .
2. konsumsi di luar negeri (consumption abroad).
(2) Transaksi untuk kegiatan tambahan dalam kegiatan ekspor dan/atau impor barang ke atau dari luar wilayah pabean Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dikategorikan sebagai transaksi perdagangan internasional sehingga wajib menggunakan Rupiah.

Pasal 9
(1) Transaksi pembiayaan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e hanya dapat dilakukan oleh pemberi atau penerima pembiayaan yang salah satunya berkedudukan di luar negeri.
(2) Dalam hal pemberi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Bank maka wajib memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan pihak asing.

BAB IV
LARANGAN MENOLAK RUPIAH

Pasal 10
(1) Setiap pihak dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah
dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal:
a. terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima untuk transaksi tunai; atau
b. pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing telah diperjanjikan secara tertulis.
(3) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya dapat dilakukan untuk:
a. transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5; atau

c. menunjuk . . .
b. proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan Bank
Indonesia.

BAB V
PENCANTUMAN HARGA BARANG DAN/ATAU JASA

Pasal 11
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), pelaku usaha wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah.

BAB VI
LAPORAN DAN PENGAWASAN KEPATUHAN

Pasal 12
(1) Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan, keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan/atau data yang diminta oleh Bank Indonesia.

Pasal 13
(1) Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia menempuh berbagai cara antara lain sebagai berikut: 
a. meminta laporan, keterangan, data, dan/atau dokumen pendukung, dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait;
b. melakukan pengawasan langsung terhadap setiap pihak; dan/atau

BAB VIII . . .
c. menunjuk pihak lain untuk melakukan penelitian dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 14
Kegiatan yang berupa:
a. penukaran valuta asing yang dilakukan oleh penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
b. pembawaan uang kertas asing ke dalam atau ke luar wilayah pabean Republik Indonesia yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tidak dikategorikan sebagai transaksi yang wajib menggunakan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Pasal 15
Dalam melaksanakan Peraturan Bank Indonesia ini Bank Indonesia dapat melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak lain.

Pasal 16
Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Bank Indonesia dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap memperhatikan kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.

kepada . . .

BAB VIII
SANKSI

Pasal 17
Terhadap pelanggaran atas:
a. kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a; dan/atau
b. larangan menolak Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, berlaku ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Pasal 18
(1) Pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. kewajiban membayar; dan/atau
c. larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.
(2) Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 19
Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan kewajiban penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

Pasal 20
Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19, Bank Indonesia dapat merekomendasikan

Agar . . .
kepada otoritas yang berwenang untuk melakukan tindakan sesuai dengan kewenangannya.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21
(1) Perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing selain perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tertulis tersebut.
(2) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing untuk transaksi nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.
(3) Perpanjangan dan/atau perubahan atas perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tunduk pada Peraturan Bank Indonesia ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia ini diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

Pasal 23 
Ketentuan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2015.

Pasal 24
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2015
GUBERNUR BANK INDONESIA,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 70
DPU

mengenai . . . 
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki simbol kedaulatan negara yang harus dihormati oleh seluruh warga negara Indonesia. Salah satu simbol kedaulatan negara tersebut adalah Rupiah sebagai mata uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rupiah dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam kegiatan perekonomian nasional dan internasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengaturan kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan untuk mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah yang merupakan bagian dari tujuan yang diamanatkan kepada Bank Indonesia dalam Undang-Undang mengenai Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam kondisi pasar valuta asing di dalam negeri mengalami kelebihan permintaan valuta asing, penggunaan valuta asing untuk transaksi di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia akan memberikan tambahan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah dimana hal ini berpotensi mengganggu stabilitas nilai Rupiah. Sejalan dengan kewenangan Bank Indonesia dalam pengaturan terhadap Rupiah maka diperlukan pengaturan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik untuk transaksi tunai maupun transaksi nontunai. Pengaturan kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang


Ayat (2) . . .
mengenai mata uang yang mewajibkan penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya, yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mendukung perekonomian Negara Kesatuan Republik Indonesia, pengaturan kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu tetap memperhatikan adanya kebutuhan penggunaan valuta asing dalam masyarakat yang diperkenankan berdasarkan Undang-Undang. Pengaturan kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini telah disusun dengan memperhatikan Undang- Undang, seperti Undang-Undang mengenai perbankan, Undang- Undang mengenai Bank Indonesia, Undang-Undang mengenai lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar, Undang-Undang mengenai surat utang negara, Undang-Undang mengenai perbankan syariah, Undang- Undang mengenai surat berharga syariah negara, Undang-Undang mengenai transfer dana, dan Undang-Undang mengenai mata uang. Penerapan kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan dengan memperhatikan kesiapan pelaku usaha, kontinuitas kegiatan usaha, kegiatan investasi, dan pertumbuhan ekonomi nasional.

terinpirasi merupakan suatu hal yang besar, menginspirasi merupakan hal yang luar biasa